(Fiksi Mini) Salah Karya Kang Afin
Minggu, 04 Agustus 2019
Add Comment
FIKSI MINI (FLASH FICTION)
Flash fiction (cerita mini) adalah karya fiksi yang sangat singkat, bahkan lebih ringkas daripada cerita pendek. Walaupun tidak ada ukuran jelas tentang berapa ukuran maksimal sebuah flash fiction, umumnya karya ini lebih pendek dari 1000 atau 2000 kata. Rata-rata flash fiction memiliki antara 250 dan 1000 kata. Sebagai perbandingan, ukuran cerita pendek berkisar antara 2.000 dan 20.000 kata. Rata-rata panjangnya antara 3.000 dan 10.000 kata.
Keterbatasan jumlah kata flash fiction sendiri sering kali memaksa beberapa elemen kisah (protagonis, konflik, tantangan, dan resolusi) untuk muncul tanpa tersurat; cukup hanya disiratkan dalam cerita. Secara ekstrem, prinsip ini dicontohkan oleh Ernest Hemingway dalam cerita enam katanya, "Dijual: sepatu bayi, belum pernah dipakai."
Sumber :
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Flash_fiction*
Tapi menurut princess.alberta yang dilansir oleh situs Badan Bahasa Kemendikbud 15/03)2017, fiksi mini adalah sebuah cerita sangat pendek yang berasal dari kata fiksi (cerita) dan mini (kecil atau pendek). Berbeda dengan cerpen lain, fiksi mini membebaskan pembaca untuk mengembangkan tema, alur cerita, akhir cerita dan simpulan cerita sesuai daya imajinasinya.
Fiksi mini ini memuat 140 karakter yang terdiri atas judul dengan uraian 4—10 kata. Fiksi mini biasanya bercerita tentang isu sosial, kritik, pengalaman, dan kisah tokoh yang dihiasi ide-ide lucu, nakal, sedih, dan heroik. Sebutan lain fiksi mini adalah cerita kartu pos, nouvelles (Prancis), cerita setelapak tangan (Jepang), fiksi kilat (flash fiction), fiksi dadakan, dan mikrofiksi (Amerika).
Sumber :
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/node/2279
Berikut ini adalah contoh Fiksi Mini karya dari Ketua KPKers Lamsel periode 2019 - 2021.
SALAH
oleh Andri Fajarudin (Kang Afin)
Hari itu, suhu mencapai 40 derajat celcius. Angin tak begitu berpihak, urung meniupkan belaian sejuknya. Ditambah tumpukan pekerjaan yang harus segera dikerjakan; beberapa hari ini membuat Randi yang bekerja di salah satu kantor media massa harus ke sana - ke mari mengejar berita. Tentu mencari menu berita terbaik untuk disajikan kepada para pendengar setia. Tak ubah isu politik menjadi santapan paling nikmat untuk disajikan.
“Apalah maksudnya menyalahkanku terus!” ucapnya kesal.
Hari itu, Randi beserta kru lainnya menuju salah satu rumah pasangan calon presiden. Randi memang sudah membuat janji dengan tim pemenangan paslon (pasangan calon) itu. Berencana mengambil gambar dan mewawancarai mereka terkait isu kesejahteraan. Tapi sayang, Randi beserta tim tak berhasil bertemu dengan timses (tim sukses) ataupun paslon (pasangan calon). Semua tim menyalahkan Randi atas kekeliruan yang terjadi.
Randi benar-benar kesal dan marah. Wajahnya memerah bagai bara yang dibakar dalam api, menyala begitu hebatnya. Laki-laki berkacamata tebal itu memang merasa semuanya tidak adil. Hampir semua pekerjaan tim dilakukan sendiri, dari sekadar menyiapkan sarapan, membuat jadwal wawancara, hingga membuat laporan harian. Terasa berat. Ingin rasanya berhenti dan mencari pekerjaan lain. Setidaknya itu yang dipikirkan Randi.
“Sabar! Sabar! Jangan diambil hati omongan mereka. Namanya juga cuaca lagi panas.” Hibur Pak Jaka; mencoba menenangkan Randi yang masih memitam.
“Bagaimana saya tidak marah, Pak! Hampir semua pekerjaan dilakukan sendiri, dari hal kecil sampai yang besar. Tapi masih saja mereka menyalahkan saya.” Randi makin kesal mengingat semua keegoisan tim. Mengapa mereka tidak membantu mengerjakan pekerjaannya? Seenaknya meminta ini dan itu, tapi tak mau bekerjasama, begitu pikir Randi.
Pak Jaka memang bukan bagian dari tim Randi, tapi Pak Jaka tahu betul rasanya disalahkan saat sudah melakukan semuanya dengan baik.
“Sudah, Ran, kesalahan bisa dilakukan siapa saja, termasuk orang-orang yang kita cintai. Tapi tak semua hubungan manusia didasari dengan benar atau salah.” Pak Jaka mencoba menenangkan Randi sekali lagi. “Kesalahan itu pasti terjadi, besar atau kecil--tergantung cara pandang kita dalam menyikapi masalah.”
“Tapi, Pak, mereka sudah keterlaluan! Bapak tahu kan, rasanya seperti apa? Saya sudah melakukan banyak hal untuk tim, tapi apa balasannya?!” timpal Randi yang mesih mersa kesal.
Pak Jaka begitu sabar menghadapi emosi Randi yang masih membuncah.
“Dan semakin banyak kita menyalahkan orang lain, maka semakin sulit diri kita berkembang. Terlebih lagi, masalah tidak akan selesai dengan marah-marah, bukan?” Pak Jaka memberikan wejangan pada Randi dengan bijak. “Waktu yang kita punya juga bisa habis hanya untuk memikirkan orang yang dianggap salah. Akhirnya kita melakukan apa pun demi rasa marah terhadap mereka dan yang paling penting, kita tak bisa hidup tenang.” Wajah merah Randi mulai reda. Napas terengah-engahnya juga sudah mulai melambat.
“Daripada menyalahkan orang lain, coba introspeksi diri. Mungkin saja sumber masalahnya ada di diri kita sendiri,” ujar Pak Jaka padanya sambil bertanya. “Apa kamu pernah membicarakannya pada rekan satu tim tentang keluhanmu ini?”
“Hemm ..., belum Pak!” jawab Randi tertunduk.
“Nah mungkin itu yang harus kamu lakukan. Coba saja komunikasikan kepada rekan satu tim tentang keberatanmu ini. Jangan sampai niat baikmu malah menjadikan tim tidak bergerak semestinya,” lanjut Pak Jaka. “Terkadang keselahan itu muncul dari ketidaksanggupan dalam berkomunikasi kepada orang lain, sehingga orang lain memandang kita dengan cara yang lain,” terang Pak Jaka yang semakin melunakkan hati Randi.
“Kita pernah salah dan akan salah. Jadi, lebih baik sekarang temui kawan-kawanmu untuk berbicara dengan nada santai. Saling memaafkan dan mencari solusi terbaik.”
Wejangan Pak Jaka membuat Randi sadar bahwa ini bukan hanya kesalahan rekan satu timnya. Randi memutuskan untuk menyelesaikan masalah dengan satu timnya.
Kalianda, 21 Juli 2019
Flash fiction (cerita mini) adalah karya fiksi yang sangat singkat, bahkan lebih ringkas daripada cerita pendek. Walaupun tidak ada ukuran jelas tentang berapa ukuran maksimal sebuah flash fiction, umumnya karya ini lebih pendek dari 1000 atau 2000 kata. Rata-rata flash fiction memiliki antara 250 dan 1000 kata. Sebagai perbandingan, ukuran cerita pendek berkisar antara 2.000 dan 20.000 kata. Rata-rata panjangnya antara 3.000 dan 10.000 kata.
Keterbatasan jumlah kata flash fiction sendiri sering kali memaksa beberapa elemen kisah (protagonis, konflik, tantangan, dan resolusi) untuk muncul tanpa tersurat; cukup hanya disiratkan dalam cerita. Secara ekstrem, prinsip ini dicontohkan oleh Ernest Hemingway dalam cerita enam katanya, "Dijual: sepatu bayi, belum pernah dipakai."
Sumber :
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Flash_fiction
Tapi menurut princess.alberta yang dilansir oleh situs Badan Bahasa Kemendikbud (15/032017), fiksi mini adalah sebuah cerita sangat pendek yang berasal dari kata fiksi (cerita) dan mini (kecil atau pendek). Berbeda dengan cerpen lain, fiksi mini membebaskan pembaca untuk mengembangkan tema, alur cerita, akhir cerita dan simpulan cerita sesuai daya imajinasinya.
Fiksi mini ini memuat 140 karakter yang terdiri atas judul dengan uraian 4—10 kata. Fiksi mini biasanya bercerita tentang isu sosial, kritik, pengalaman, dan kisah tokoh yang dihiasi ide-ide lucu, nakal, sedih, dan heroik. Sebutan lain fiksi mini adalah cerita kartu pos, nouvelles (Prancis), cerita setelapak tangan (Jepang), fiksi kilat (flash fiction), fiksi dadakan, dan mikrofiksi (Amerika).
Sumber :
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/node/2279
Berikut ini adalah contoh fiksi mini karya Ketua KPKers Lamsel periode 2019 - 2021.
SALAH
OLEH ANDRI FAJARUDIN
Hari ini suhu mencapai 40 derajat celcius. Angin tak begitu berpihak, urung meniupkan belaian sejuknya. Ditambah tumpukan pekerjaan yang harus segera dikerjakan. Randi yang bekerja di salah satu kantor media massa beberapa hari ini dibuat harus ke sana ke mari mengejar berita. Tentu mencari menu berita terbaik untuk disajikan kepada para pendengar setia. Tak ubah isu politik menjadi santapan paling nikmat untuk disajikan.
“Apalah maksudnya menyalahkanku terus,” ucapnya kesal.
Hari itu, Randi beserta tim menuju ke salah satu rumah pasangan calon presiden. Randi memang sudah membuat janji dengan tim pemenangan paslon (pasangan calon) itu. Berencana mengambil gambar dan mewawancarai paslon (pasangan calon) berkaitan dengan isu kesejahteraan. Tapi sayang, Randi beserta tim tak berhasil bertemu dengan timses (tim sukses) atau pun paslon. Semua tim menyalahkan Randi karena kekeliruan yang terjadi.
Randi benar-benar kesal dan marah. Wajahnya memerah bagai bara yang dibakar dalam api, meyala begitu hebatnya. Laki-laki berkacamata tebal itu memang merasa semuanya tidak adil. Hampir semua pekerjaan tim dia lah yang melakukan, dari sekadar menyiapkan sarapan, membuat jadwal wawancara hingga membuat laporan harian. Terasa berat. Ingin rasanya berhenti dan mencari pekerjaan lain. Setidaknya itu yang dipikirkan Randi saat itu.
“Sabar! Sabar! jangan diambil hati omongan mereka, namanya juga cuaca lagi panas.” Pak Jaka yang mencoba menenangkan Randi yang masih memitam.
“Bagaimana saya tak marah, Pak! Hampir semua pekerjaan saya yang melakukan dari hal kecil sampai yang besar. Tapi masih saja mereka menyalahkan saya.” Randi makin kesal mengingat semua keegoisan tim, mengapa mereka tak membantu mengerjakan pekerjaannya. Senaknya saja meminta ini dan itu tapi tak mau bekerjasama, begitu pikir Randi.
Pak Jaka memang bukan bagian dari tim Randi, tapi Pak Jaka tahu betul rasanya disalahkan saat sudah melakukan semuanya dengan baik.
“Sudah Ran, kesalahan bisa dilakukan siapa saja, termasuk orang-orang yang kita cintai. Tapi tak semua hubungan manusia didasari dengan benar atau salah.” Pak Jaka mencoba menenagkan Randi sekali lagi. “Keselahan itu pasti terjadi, besar atau kecil tergantung cara pandang kita menyikapi masalah.”
“Tapi Pak, mereka sudah keterlaluan. Bapak tahukan rasanya seperti apa, saya sudah melakukan banyak hal untuk berkorban demi tim, tapi apa balasannya,” timpal Randi yang mesih mersa kesal.
Pak Jaka begitu sabar menghadapi emosi Randi yang masih membuncah. “Dan semakin banyak kita menyalahkan orang lain, semakin sulit diri kita berkembang. Terlebih masalahnya tidak akan selesai dengan marah-marah,bukan?” Telaten Pak Jaka memberikan wejangan pada Randi.
“Waktu yang kita punya juga bisa habis hanya untuk memikirkan orang yang kita anggap salah. Akhirnya kita melakukan apa pun demi rasa marah terhadap mereka dan yang paling penting kita tak bisa hidup tenang.” Wajah merah Randi mulai reda, napas terengah-engahnya juga sudah mulai melambat.
“Daripada menyalahkan orang lain, coba introspeksi diri. Mungkin saja sumber masalahnya ada di diri kita sendiri,” ujar Pak Jaka padanya sambil bertanya. “Apa kamu pernah mengkomunkasikan pada rekan satu timmu tentang keluhanmu ini?”
“Hemm .... belum Pak,” jawab Randi tertunduk.
“Nah, mungkin itu yang harus kamu lakukan, komunikasikan kepada rekan satu timmu tentang kebertanmu ini. Jangan sampai karena niat baikmu malah menjadikan tim tidak bergerak semestinya,” lanjut Pak Jaka. "Terkadang keselahan itu muncul dari ketidak sanggupan kita berkomunikasi kepada orang lain, sehingga orang lain memandang kita dengan cara yang lain," terang Pak Jaka yang semakin melunakkan hati Randi. “Kita pernah salah dan akan salah. Jadi, lebih baik sekarang temui kawan-kawanmu berbicara dengan nada santai, saling memaafkan dan mencari solusi terbaik.”
Wejangan Pak Jaka membuta Randi sadar bahwa ini bukan hanya kesalahan rekan satu timnya saja, menurutnya dia pun punya salah sehingga semua tak berjalan dengan baik. Akhirnya Randi memutuskan untuk menyelesaikan masalah dengan timnya.
Kalianda, 21 Juli 2019
Editor : Princess Meymey
0 Response to "(Fiksi Mini) Salah Karya Kang Afin"
Posting Komentar